7 Langkah Praktis Membuat Storytelling untuk Bisnis Online

Last updated on October 2

Storytelling dalam Digital Marketing: Kenapa Cerita Lebih Ampuh dari Hard Selling

Pernah nggak sih lo scrolling TikTok atau Instagram, terus tiba-tiba ke-stop sama video brand yang ceritanya relatable banget? Kayak, “Wah, ini gue banget!” Padahal awalnya lo nggak ada niat beli, eh tau-tau keracunan buat klik link di bio. Nah, itulah storytelling dalam digital marketing. Bukan sekadar jualan, tapi bikin audiens ngerasa nyambung secara emosional.

Jadi gini, di era sekarang, orang udah kebal sama iklan yang hard selling. Kata-kata kayak “diskon 50%” atau “beli sekarang” udah lewat. Yang bikin orang berhenti scroll adalah cerita yang kena di hati, yang bikin mereka ngerasa terlibat. Artikel ini bakal ngebahas step by step gimana cara bikin storytelling yang bukan cuma enak didengerin, tapi juga bisa ngedorong penjualan lo.

“Cerita yang nyambung ke hati jauh lebih kuat daripada seribu diskon.”

Oke, siap? Yuk kita bahas 7 langkah praktis membuat storytelling untuk bisnis online.


1. Tentukan Tujuan & Kenali Audiens (Persona)

Lo nggak bisa bikin cerita kalau nggak tahu siapa pendengarnya. Sama kayak stand-up comedian, jokes mereka harus sesuai audiens. Nah, di dunia marketing, audiens itu bisa lo representasikan lewat buyer persona.

Buyer persona basically adalah representasi ideal dari target market lo. Misalnya, lo jual skincare, persona lo bisa cewek umur 20–27 tahun, kerja kantoran, aktif di Instagram, dan suka cari tips skincare di TikTok. Semakin detail lo bikin persona, semakin gampang lo bikin cerita yang relate.

Tujuan juga penting. Lo mau bikin cerita buat brand awareness doang? Atau buat mendorong konversi? Kalau tujuannya jelas, storytelling lo bakal lebih fokus.

“Kenali siapa yang lo ajak ngobrol, baru lo bisa bikin mereka betah dengerin cerita lo.”


2. Temukan Inti Cerita Brand Lo

Setiap brand punya cerita inti. Bukan cuma tentang “kita jualan apa,” tapi “kenapa brand ini ada?” dan “masalah apa yang pengen diselesain?”

Contoh gampang: Patagonia, brand outdoor asal Amerika. Mereka nggak cuma jual jaket, tapi selalu bawa narasi tentang menjaga lingkungan. Jadi tiap kali orang beli, mereka ngerasa ikut kontribusi ke gerakan yang lebih besar. Itu yang disebut brand story.

Coba lo jawab pertanyaan ini:

  • Siapa kita?

  • Masalah apa yang kita bantu selesaikan?

  • Kenapa cara kita beda dari kompetitor?

Dari jawaban ini, lo bisa nemuin core story brand lo. Core ini bakal jadi pondasi semua storytelling lo ke depan.


3. Pilih Struktur Narasi & Format yang Tepat

Cerita tanpa struktur tuh kayak film tanpa ending—ngebosenin. Ada beberapa struktur narasi yang sering dipakai di storytelling marketing:

  • Problem → Agitate → Solve: Tunjukin masalah, bikin masalah itu kerasa penting, lalu kasih solusi (produk/jasa lo).

  • Before → After → Bridge: Tunjukin kondisi sebelum pakai produk, hasil setelah pakai, lalu kasih jembatan kenapa produk lo solusinya.

  • Hero’s Journey versi mini: Jadikan customer sebagai pahlawan, dan produk lo jadi “alat bantu” yang bikin mereka sukses.

Formatnya bisa macem-macem: video pendek buat hook cepat, artikel blog buat SEO, atau email marketing buat nurturing. Yang penting, sesuaikan dengan channel tempat audiens lo nongkrong.


4. Peta Customer Journey & Titik Sentuh (Touchpoints)

Satu cerita besar biasanya dipecah jadi potongan kecil di tiap titik perjalanan konsumen. Istilah kerennya, customer journey.

Misalnya:

  • Awareness → Lo bikin video TikTok singkat dengan cerita lucu biar orang kenal brand lo.

  • Consideration → Lo bikin artikel blog yang lebih detail tentang manfaat produk.

  • Decision → Lo kasih email berisi testimoni customer dan diskon eksklusif.

Dengan begitu, cerita lo konsisten, tapi disajikan dalam potongan yang sesuai dengan fase customer. Jadi, orang nggak cuma tahu brand lo, tapi juga terdorong buat beli.


5. Buat Naskah & Aset Visual yang Siap Pakai

Jangan kira storytelling cuma soal kata-kata. Visual juga penting banget. Orang lebih gampang ingat gambar atau video ketimbang teks panjang.

Tips praktis:

  • Siapkan template caption 3–5 kalimat buat Instagram.

  • Buat outline 500–800 kata buat artikel blog.

  • Bikin skrip 15–30 detik buat video TikTok atau Reels.

Contoh skrip video singkat:

  1. Hook → “Pernah nggak muka lo breakout gara-gara skincare nggak cocok?”

  2. Conflict → “70% orang salah pilih produk karena nggak tahu jenis kulitnya.”

  3. Resolution + CTA → “Cobain quiz gratis di website kita, biar lo dapet rekomendasi produk yang cocok.”

“Visual yang konsisten bikin cerita lebih gampang diinget.”


6. Sisipkan Bukti & Elemen Emosional

Cerita doang nggak cukup. Orang juga butuh bukti. Makanya, kombinasi antara data-driven storytelling dan kisah nyata pelanggan bakal jauh lebih kuat.

Contoh:

  • Lo bisa bilang, “Produk kita bisa bikin kulit lebih cerah.” Itu biasa aja.

  • Tapi kalau lo tambahin data, “85% pengguna ngerasa kulit mereka lebih cerah dalam 4 minggu,” efeknya beda.

  • Ditambah lagi testimoni real dari pelanggan, makin mantap deh.

Jangan lupa tambahin sentuhan emosional. Misalnya, bukan cuma bilang “produk ini bikin glowing,” tapi ceritain gimana pelanggan jadi lebih pede buat tampil di depan umum setelah pakai produk lo.


7. Ukur, Uji, & Iterasi

Terakhir, storytelling digital marketing itu bukan sekali bikin langsung sukses. Lo harus terus nguji dan ngukur.

Gunakan metrik sesuai channel:

  • Instagram/TikTok → view rate, comment, shares.

  • Blog → waktu baca, organic traffic.

  • Email → open rate, click-through rate.

Coba A/B testing di judul, hook, atau CTA. Dari situ, lo bisa tahu mana cerita yang bikin audiens paling engage. Lalu ulangi formula yang berhasil, sambil terus eksperimen dengan ide baru.

“Marketing itu bukan sekali tembak, tapi proses belajar tanpa henti.”

Baca juga artikel berikut: "Iklan Adalah Bahasa Brand, Bukan Cuma Ajakan Beli Doang"

Penutup

Jadi, itulah 7 langkah praktis storytelling untuk bisnis online. Mulai dari ngerti audiens lo, nemuin inti cerita brand, bikin struktur narasi, sampe ngukur hasilnya. Semua itu penting biar cerita lo bukan cuma enak didenger, tapi juga berdampak langsung ke bisnis.

Inget, orang lebih suka denger cerita daripada disuruh beli barang. Kalau lo bisa bikin mereka relate, otomatis mereka bakal lebih percaya sama brand lo. Dan kalau udah percaya? Closing tinggal tunggu waktu aja.

“Cerita yang bagus bikin orang jatuh cinta dulu, baru akhirnya beli.”

Recent Post

Armand Surya Written by:

A super saiyan in disguise. Secretly study humanity as part of his counter intelligence work at Dipstrategy