Last updated on December 7
Hampir 2 minggu terakhir ini, saya dihadapkan pada kerjaan yang menumpuk di sebuah digital agency. Dimulai dari artikel rutin hingga berbagai macam request copy write dan berbagai macam storyline mendadak yang harus diselesaikan secepat mungkin. Menumpuknya kerjaan ini membuat saya sempat bingung dan pusing, “ini gimana nyelesaiinnya ya?”
Belum sempat mengerjakan, sudah diajak meeting lagi untuk membahas project baru yang tentu saja menambah list antrian pekerjaan yang menunggu untuk dijamah oleh saya.
Biasanya saya kalau sedang mengalami “writer’s block”, saya memilih untuk pergi sejenak dari meja untuk menghirup udara segar
Agar tidak menumpuk, lebih baik kita kerjakan saja pelan-pelan. Prinsip saya, lebih baik kita kerjakan sebisa mungkin daripada kita diamkan sambil menunggu inspirasi datang, setidaknya ada progress yang terjadi di dalamnya meskipun itu cuma satu pargaraf, yang penting ada progress di situ.
Akhirnya, mulai saya kerjakan pelan-pelan. Setelah berapa lama berpikir dan menulis hasilnya adalah…
“Ini gue ngerjain apaan sih? Jelek banget deh hasilnya!?” gerutu saya dalam hati.
Saya merasa tulisan yang saya buat tidak terstruktur, tidak ada isinya, ngambang, ya pokoknya tidak jelas arahnya mau kemana. Sempat sedikit frustasi, karena semua kerjaan ini ditunggu dan menumpuk. Biasanya saya kalau sedang mengalami “writer’s block”, saya memilih untuk pergi sejenak dari meja untuk menghirup udara segar atau ngobrol dengan teman agar pikiran lebih fresh sehingga ketika kembali ke meja saya sudah cukup ‘segar’ untuk berpikir kembali.
Tapi masalahnya hal itu tidak bisa saya lakukan sekarang, kalau saya tinggal pergi yang ada makin lama selesainya dan mungkin tidak selesai-selesai.
Baca juga: Agile Waterfall Hybrid
Tiba-tiba saya terpikir sebuah metode yang sudah lama tidak saya pakai untuk memecah ide. Saya mengambil buku catatan saya lalu saya mulai menuliskan ide besar yang ada di kepala saya di tengah halaman kemudian ide tersebut saya pecah ke beberapa cabang pokok pikiran. Lalu dalam cabang pokok pikiran tersebut saya melihat ada lagi kah yang bisa saya pecah hingga membuat sebuah pokok pikiran baru, begitu seterusnya.
Familiar? Ya, Mind Map! atau yang biasa disebut dengan Pemetaan Pikiran menjadi metode yang saya pakai untuk memecahkan kebuntuan di kepala saya.
Mind Map adalah sebuah metode untuk mencatat sebuah ide atau gagasan dalam bentuk visual grafis sederhana. Metode ini dianggap sangat efektif karena memacu otak manusia untuk berpikir menggunakan dua sisi yaitu otak kanan dan otak kiri. Teknik ini sendiri diperkenalkan oleh Tony Buzan seorang ahli dan penulis produktif di bidang psikologi, kreativitas dan pengembangan diri.
Saya sudah mengenal metode ini sejak di bangku SMA. Bahkan ketika kuliah pun ada materi kuliah yang secara khusus membahas Mind Map ini. Tapi jujur saja, waktu itu saya tidak terlalu tertarik menggunakannya karena menurut saya ribet dan tidak cukup membantu hehe..
Keisengan saya mencoba metode Mind Map dalam memecahkan kebuntuan ternyata memberikan hasil yang memuaskan. Dalam satu hari, saya berhasil membuat 2 draft creative concept storyline. Padahal tadinya nulis 1 ide saja susahnya bukan main.
Bagi saya pribadi, Mind Map membantu saya untuk lebih fokus terhadap topik yang akan sedang dibahas. Kecenderungan sebuah tulisan tidak selesai-selesai seringkali disebabkan oleh pikiran kita yang berlarian kesana kemarin sehingga timbul keinginan untuk memasukkan berbagai macam ide yang padahal mungkin sudah keluar dari tema besar yang sudah ditentukan di awal.
Mind Map membantu saya merunutkan ide-ide yang tadinya berantakan menjadi lebih terstruktur, sederhana, rapi, dan tetap pada benang merah. Meskipun terkesan jadul, namun Mind Map masih dan sangat efektif untuk digunakan dalam membuat sebuah konsep kreatif.
Sepertinya Mind Map akan menjadi jurus andalan saya ketika saya mengalami kebuntuan.